Head to Head, Tommy vs Tito dan Jokowi vs Prabowo




Joko Widodo dan Prabowo Subianto (Sumber: Penelusuran Google.com).

Oleh Nikki Tirta.

Menarik untuk memperhatikan apa yang terjadi pada 31 Maret 2017. Tentu yang paling mudah untuk kita lihat adalah bagaimana beberapa ribu orang yang kembali dikoordinir oleh FUI melakukan demonstrasi di DKI, yang lagi-lagi, berusaha untuk menggoyang jabatan, atau setidaknya, menurunkan elektabilitas Basuki. Tetapi seperti yang kita lihat kemarin, jumlah massa serta kekuatan intimidasi yang selama ini ditimbulkan dari aksi-aksi serupa telah amat jauh berkurang. Kita bersyukur akan hal itu, makin hari demonstrasi politik berkedok agama makin terbaca dan sangat minim signifikansinya. Fenomena yang nampak ini sudah dapat dibaca oleh khalayak umum, sekarang mari kita masuk ke dalam pembacaan yang lebih jauh.

Hal lain yang terjadi secara bersamaan kemarin menarik perhatian saya. Adalah bagaimana Gatot Saptono, alias Muhammad Al Khaththath (MAK) ditangkap bersamaan dengan diagendakannya pemeriksaan Tommy Soeharto (TS) berkenaan kasus makar. MAK ditangkap karena Polisi telah punya cukup bukti untuk menahan yang bersangkutan, sedangkan TS diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi bagi kasus makar sebelumnya yang melibatkan Firza Husein (Firza). Perlu diketahui bahwa Firza pernah ditangkap dua kali berkenaan kasus makar karena disinyalir sebagai penyalur dana bagi aksi-aksi selama ini. Firza juga merupakan ketua dari yayasan Solidaritas Cendana yang terindikasi memiliki hubungan dengan TS. Hal ini menjadi menarik ketika ketiganya kali ini berusaha dikonfrontasi oleh Polisi.

Pada analisis saya sebelumnya tentang Firza dan keterlibatannya dengan TS sebagai penyandang dana dapat dibaca pada ulasan di bawah ini:


Firza Husein, Saksi Kunci yang Harus Diselamatkan Polri

Head to Head dari Seorang Kawan Lama

Tommy Soeharto dan Tito Karnavian (Sumber: Penelusuran Google.com).

Yang menarik di sini adalah bagaimana Polisi mengatur agar TS diperiksa berbarengan dengan MAK. Sekalipun TS tidak memenuhi panggilan pemeriksaan, Polisi sepertinya sudah mendapatkan dua saksi kunci untuk menjerat TS. Pertama adalah Firza yang sudah pasti akan dipakai oleh Polisi untuk menjerat TS, kedua mungkin MAK yang pula akan dijadikan saksi kunci.

Sepertinya TS sedang berada di dalam radar Polisi secara serius, mengingat rekam jejak pelanggaran hukumnya yang pernah ditangani oleh Kapolri sendiri. Suatu kebetulan yang menarik ketika Kapolri saat ini justru adalah pimpinan Tim Kobra bentukkan Polri yang secara khusus dibentuk untuk memburu TS yang buron pada waktu itu (2001)[1]. Sepertinya kali ini, Tito Karnavian (TK) lagi-lagi akan menjadi penjegal TS pada kasus makar, yang walaupun demikian saya mengira tidak mungkin hanya TS yang berada di balik semua indikasi tindak inkonstitusional yang buruk ini. Saya coba menganalisisnya lebih jauh.

Semua penerawangan saya tertuju kepada satu pernyataan yang pernah dikeluarkan oleh kubu Gerindra. Mereka pernah menyatakan bahwa telah menyiapkan kabinet bayangan kalau-kalau kabinet yang sekarang tiba-tiba tumbang. Pernyataan ini pernah dilontarkan oleh Ferry Juliantono (FJ), wakil ketua umum Gerindra pada 15 Oktober 2016, sebulan sebelum aksi 411 dan 212 berlangsung[2]. Apalagi di situ ada kalimat implisit yang bercabang dan maknanya cukup untuk mengarahkan kita kepada pesan bahwa kemungkinan ditumbangkannya pemerintahan yang sah saat ini itu ada. Perhatikan petikan dari salah satu surat kabar yang saya cantumkan di bawah ini.


“Sebagai oposisi, kami juga punya ‘shadow cabinet’. Jadi di seluruh dunia, oposisi itu punya kabinet bayangan, karena harus siap mengambil alih baik secara konstitusional maupun tidak, karena kita harus mempersiapkan diri mana tahu kekuasaan itu harus digantikan,” ungkap Ferry.

Sumber: Detik.com.

Betul bahwa sudah diduga pada saat itu, pelopor aksi yang melibatkan FPI adalah kubu Cikeas. Tetapi jikalau kita perhatikan orang-orang yang diciduk karena dugaan pemufakatan makar, mereka adalah orang-orang yang terafiliasi dengan kubu Zon cs (sebut saja seperti mamat dani dan Rachmawati). Jadi, ibaratnya jikalau kubu Cikeas menyediakan kuda bagi kepentingan putra mahkota di Jakarta, maka kubu Zon cs numpang naik kuda untuk kepentingan makar. Saya yakin ada persetujuan tersirat yang saling menguntungkan antar keduanya. Yang satu butuh berkuasa, yang satu butuh penguasa yang bersedia menutup aib dari pemerintahan sebelumnya. Klop!

Maka dari itu, saya sangat yakin merapatnya TS kepada kubu Anies-Sandi hanya merupakan sebuah jalan memutar untuk mendapatkan kekuasaan dan merupakan skenario lama bersama yang tertunda. Sebab, upaya yang ditempuh melalui jalan langsung sudah gagal, dan percobaan kali keduanya sudah kandas dengan ditangkapnya MAK yang statusnya sudah menjadi tersangka.

Dalam hal ini kubu Zon cs sepertinya sudah sadar bahwa mereka berada di dalam kondisi berbahaya. Orang-orang mereka dicokok, dan bisa jadi sudah disiapkan untuk menjadi senjata mematikan bagi mereka pada waktunya, sama seperti Firza bagi TS. Maka itu tidak heran, pada kasus makar kali ini pun, pihak zon yang terus ribut bersuara meminta tersangka makar dibebaskan. Kenapa? Karena bahaya bila orang-orang ini bocor. Dan bahkan kali ini sampai Prabowo Subianto (PS) sendiri yang angkat bicara di beberapa media massa. Ini menandakan mereka sadar bahwa niat mereka selama ini sudah terendus dan mulai melancarkan perang opini[3].


“Menurut pendapat saya, membela hak-hak rakyat, membela kehormatan bangsa, membela keadilan, tidak bisa dikatakan makar,” ujar Prabowo.

Sumber: Kompas.com

“Kalau tokoh di sini ditangkap semuanya, pasti muncul tokoh-tokoh selanjutnya. Saya tidak penting, Said Iqbal tidak penting, yang penting adalah keadilan rakyat Indonesia,” katanya (Prabowo) dengan suara bergetar.


Sumber: Detik.com.

Sekarang Apa Strategi Mereka?

Sekarang perang dingin yang terselubung sebenarnya tejadi secara head to head antara kubu kuda dan kubu kodok. Kubu gurita memang tersandera, tetapi tentakelnya masih terhubung melalui Ratta Hajasa. Dan citra perlawanan yang mereka bangun terhadap pemerintahan kali ini persis seperti cara para reformis zaman dulu melawan rezim orba ketika masih eksis.

Mereka memposisikan diri sebagai pembawa keadilan bagi rakyat kecil yang tertindas, seperti buruh dan sebagainya. Memang hanya gaya itu yang mereka mengerti, sebab dulu mereka dilawan dengan cara demikian. Mereka tidak peduli bagaimana pemerintahan sekarang jauh lebih menyejahterakan masyarakat kecil dan memperhatikan hak-hak mereka ketimbang zaman orba. Namanya juga pencitraan.

Tidak heran narasi kampanye Anies-Sandi pun serupa, karena itulah ciri khas gaya permainan Gerindra-PKS. Mereka akan mati-matian mengusahakan kemenangan Anies-Sandi dengan cara yang satu melalui massa berkedok kagamaan, yang lain melalui citra sebagai pembela wong cilik. Dan di mata mereka Anies-Sandi harus menang, kenapa? Karena oposisi di DKI itu sama saja dengan menaruh belati di leher pemerintahan Jokowi. Nanti akan saya bahas di artikel selanjutnya.

Saya menduga, setelah mereka kehilangan kekuatan penggerak massa di kelompok keagamaan, sekarang mereka akan memainkan kekuatan massa di kelompok buruh. Ada SI di sana, orangnya Partai Kuda Sapi. Dan bau-baunya memang sudah ke arah sana.

Akhir kata dari saya bagi para pembaca (Seword). Pernyataan PS bahwa dia tidak mungkin memimpin makar pada 2016 hanyalah sebuah strategi agar panah Jokowi tidak diarahkan kepadanya. Tak apa, memang lebih baik bagi pakde untuk melesatkan panahnya satu per satu. One shot one kill, dan itu lebih mematikan.

Jokowi versus Prabowo (Sumber: Penelusuran Google.com).

Tulisan Hanya Teruntuk Seword.com Baca juga tulisan saya yang lain melalui tautan: Daftar Tulisan Nikki Tirta.

Artikel-artikel yang terkait:


Jadi, Masih Mau Ditipu Anies-Sandi Soal Reklamasi? (1/2)


Ahok Bukan Target Mereka, yang Mereka Incar Anda Tahu Siapa


“Hok, Kenapa Bukan Elu Aja yang Dapet Hidayah?”


Terima Kasih, Jenderal


Memikirkan Budaya Masyarakat: dari Pencitraan kepada Substansi

[1] Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2016/06/16/07342021/kisah.tentang.tim.yang.dipimpin.tito.karnavian.saat.mencari.tommy.soeharto?page=all – Diakses pada 02/04/2017.

[2] Sumber: https://news.detik.com/berita/d-3321725/gerindra-ungkap-cerita-adanya-kabinet-bayangan-dan-apbn-tandingan – Diakses pada 04/02/2017.

[3] Sumber:

https://news.detik.com/berita/d-3462469/prabowo-bela-hak-rakyat-tidak-bisa-disebut-makar – Diakses pada 02/04/2017.

http://regional.kompas.com/read/2017/04/01/17403181/ketika.prabowo.diteriaki.makar. – Diakses pada 02/04/2017.

http://www.cnnindonesia.com/politik/20170401182554-32-204283/prabowo-kritik-ironi-bangsa-lewat-paradoks-indonesia/ – Diakses pada 02/04/2017.

0 Response to " Head to Head, Tommy vs Tito dan Jokowi vs Prabowo "

Posting Komentar