Menjelang Detik-Detik Akhir Pilkada DKI



Hari pencoblosan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersisa kurang dari dua minggu lagi. Para cagub dan cawagub intens melakukan kampanye setiap hari, hanya Ahok setiap hari Selasa tidak berkampanye karena harus mengikuti sidang kasus dugaan penodaan agama yang menjeratnya. Para relawan dan simpatisan juga tidak kalah agresif dalam menyusuri gang-gang dan lorong-lorong yang padat dan sesak antara rumah-rumah warga.


Mau hari panas terik menyengat, mau mendung dan hujan mengguyur, tidak ada kata mundur, semua terus bergerak seperti patriot yang berperang untuk merebut kemenangan hingga tetes darah terakhir. Segala cara, taktik dan upaya dimaksimalkan untuk menarik simpati dan dukungan warga agar memilih jargon-jargon yang bertarung.

Melihat peta kekuatan masing-masing calon dengan sisa waktu yang kurang dari dua minggu, kemenangan dirasa lebih condong sedikit ke pasangan nomor dua. Masih ditunggu hasil survey-survey yang mungkin akan dirilis lembaga survey menjelang akhir masa kampanye. Semoga aja hasilnya tidak beda jauh, kecuali ada titipan untuk menggiring opini pilihan kepada publik.

Jika kita flashback kampanye putaran kedua ini yang dilakukan oleh kedua pasangan beserta relawan-relawan dan simpatisan masing-masing, tetap saja tim kampanye Basuki-Djarot lebih mununjukan kreatifitas dan inovatif dalam berkampanye positif jika dibandingkan pasangan Anies-Sandi. Perang di media sosial juga tidak pernah padam, serangan-serangan dari kedua kubu tidak pernah berhenti ibarat prajurit menggunakan senapan otomatis FN Minimi untuk membombardir lawan.

Putaran kedua ini pasangan Anies-Sandi awalnya seperti mendapatkan keuntungan dengan kampanye SARA. Maraknya beredar spanduk-spanduk provoktif berbau SARA tidak menyolatkan jenazah umat muslim pendukung Basuki-Djarot. Intimidasi tersebut benar-benar ingin menakut-nakuti warga pemilih muslim. Setelah beredar berita kejadian warga meninggal dipersulit oleh RT maupun pengurus masjid setempat menjadi hangat, menimbulkan pertentangan dan imbauan wajib menyolatkan jenazah umat muslim oleh pihak MUI, NU, maupun Menteri Agama Lukman Hakim. Kejadian tersebut membuat warga semakin muak dengan cara kampanye hitam paslon nomor tiga, masih dengan merasa tidak bersalah mereka bermanis kata menolak kampanye SARA, dengan menyangkal hal itu bukan dilakukan oleh timses mereka, tetapi mereka tidak pernah bereaksi jika pendukung mereka berbuat hal demikian. Sungguh munafik, beda apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan.

Beberapa kali Anies dalam berkampanye mengeluarkan statement yang tidak berdasarkan data valid dan terkesan bohong. Dan pada hari ini Rabu (05/04/2017) tim kuasa hukum Basuki-Djarot telah melaporkan Anies ke Polda Metro Jaya karena tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah (Baca berita detik.com). Bahkan dari pengakuan Ahok pada acara Rossi, sewaktu blusukan di beberapa tempat tersebar berita bohong kalau Ahok menggratiskan PBB rumah warga agar sewaktu digusur tidak ada ganti rugi, ada daerah cekungan yang mana rumah-rumah warga di daerah tersebut akan ditenggelamkan Ahok. Ahok mendapati banyaknya kebohongan yang disebarkan di masyarakat oleh pendukung paslon seberang. Lagi-lagi pasangan Anies-Sandi menyebar hoax dalam black campaign mereka.

Pasca debat yang diadakan oleh Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa, beragam argumen positif dan negatif masyarakat tentang kedua pasangan Cagub yang hadir. Seperti biasa cyber army dan pendukung masing-masing pasangan saling serang di dunia maya. Terlihat pada acara debat Anies selalu menyerang Ahok pada setiap segmen. Ahok selalu menanggapi dengan santai dan memaparkan programnya dengan baik walaupun sesekali menyentil Anies. Bukannya menambah program-program baru yang lebih menarik dan realistis, malah bisanya menyerang calon lain. Untung saja Anies berwajah agak gelap, kalau tidak bisa saja kelihatan mukanya merah seperti kepiting rebus.

Lagi-lagi Anies-Sandi di-bully di media sosial maupun media online karena tidak berani mengikuti acara debat yang diadakan oleh Kompas TV dengan pembawa acara Rossi Silalahi. Berbagai alasan diutarakan karena ketidakhadira mereka, dari tidak ada kesepakatan mengenai format debat dan jumlah pendukung hingga mengatakan tidak pernah mengiyakan untuk mengikuti debat. Alasan yang sungguh konyol untuk sekelas mantan Mendikbud yang terkena dampak reshuffle jilid dua Kabinet Kerja pemerintah saat ini.

Terakhir pada saat Anies menyampaikan pidato kebangsaan beberapa waktu lalu di Hotel Darmawangsa, Kebayoran Baru. Mohammad Monib menyaksikan pidato Anies tersebut yang disiarkan secara langsung oleh TV One. Mantan rekan Anies di Universitas Paramadina itu memberikan tanggapan yang cukup keras untuk menampar muka Anies. Pidato Anies tentang pendidikan akhlak, integritas, good governance, maupun persatuan yang kesemuanya berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada pada diri Anies. Seperti peribahasa, menepuk air didulang terpercik muka sendiri.


Lain halnya dengan pasangan Basuki-Djarot selama kampanye putaran kedua ini. Selain aktif berkampanye kreatif di media sosial, strategi kampanye juga berubah. Sosok Djarot lebih didepankan dalam publikasi di media, Ahok sendiri lebih banyak blusukan dengan senyap nyaris tidak terdeteksi awak media. Untuk menetralkan serangan-serangan bernuansa SARA dari pihak seberang, Djarot tampil didepan menghadapinya.

Ahok-Djarot juga lebih sering mengunjungi para lansia yang sakit, memastikan program mereka apakah sudah berjalan dengan baik atau belum. Veronica Tan dan Happy Farida juga beberapa kali melakukan hal yang sama disamping kegiatan-kegiatan lain. Tidak hanya pasangan calon yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain, relawan dan pendukung BaDja juga menyusuri gang-gang kecil untuk memenangkan jagoannya. Kampanye di Rumah Lembang diganti dengan aktifitas dilapangan langsung berinteraksi dengan warga di bawah.

Program baru juga diluncurkan Ahok-Djarot yaitu program bedah rumah yang dikhususkan pada rumah warga miskin yang sudah reyot. Dengan akan diluncurkan program baru tersebut, Ahok-Djarot juga membentuk pasukan baru untuk bekerja, yaitu pasukan merah yang berada dibawah naungan Dinas Perumahan. Pasukan merah tersebut akan bertugas merenovasi rumah-rumah warga miskin yang terpilih, disamping juga bertugas mengurus perbaikan rumah susun.

Dalam beberapa kali kunjungan acara di beberapa stasiun televisi, Ahok dan Djarot memperlihatkan kekompakan mereka. Terlihat mereka berdua sangat lepas dan bahagia, tidak ada perasaan tertekan. senyuman mereka setiap saat terlihat begitu natural bukan karena akting. Sedangkan paslon sebelah terkadang malah tidak kompak dalam mengeluarkan pernyataan, bahkan senyum mereka terlihat dipaksakan.

Dari kiri: Djarot, Ahok, dan Rosi

Dukungan kepada pasangan Basuki-Djaort semakin bertambah dengan merapatnya PKB dan PPP. Hal ini akan membuat Anies-Sandi semakin ketar-ketir karena dari awal mereka selalu merasa PKB dan PPP akan mendukung di putaran kedua setelah pasangan Agus-Sylvi kalah diputaran pertama. Deklarasi dukungan relawan pada kedua pasangan juga terus bertambah. jika diperhatikan peta dukungan antara kedua paslon, Basuki-Djarot lebih banyak didukung oleh umat Nahdliyin, sedangkan Anies-Sandi lebih didukung umat muslim yang mengusung khilafah seperti FPI, HTI,dan FUI. Hal ini terpantau dengan munculnya spanduk-spanduk provokasi yang menyatakan Jakarta akan berlaku hukum syariah Islam jika Anies-Sandi menang. 

Pada hasil pemilihan putaran pertama, Pasangan Ahok-Djarot memperoleh 2.364.577 suara atau 42,99 persen dan pasangan Anies-Sandiaga memperoleh suara 2.197.333 atau 39,95 persen. Jika dilihat dari faktor pemilih Ahok-Djarot yang rasional, tidak perlu terlalu takut akan kehilangan suara-suara tersebut karena dasar pemilih rasional adalah kinerja bukan faktor primordial. Sehingga untuk menambah suara pada putaran kedua ini, Ahok-Djarot harus berusaha maksimal menarik suara pemilih Agus-Sylvi dan swing voters atau pemilih golput.

Untuk pemilih Anies-Sandi pada putaran pertama juga bisa dimanfaatkan oleh Djarot dalam mengambil hati. Unsur agamis pada sosok Djarot, diantara ketiga peserta Pilkada DKI beragama Islam hanya Djarot yang bergelar Haji, dan seringnya Djarot mengikuti pengajian dan Itigasah menjadi taktik yang dijalankan. Pada kertas suara pemilih untuk pemilihan putaran kedua tanggal 19 April 2017, Djarot mengenakan kopiah atau peci. Hal ini termasuk cara menarik simpati pemilih muslim di Jakarta. Djarot memulai kebiasaan memakai peci sudah dari Blitar dulu, dan pada Pilkada putaran ke dua ini Djarot terinspirasi kembali memakai peci.

Djarot detik.net.id

Walaupun dirasa euforia pada pendukung Ahok-Djarot, jangan sampai lengah seperti pada putaran pertama. Hati-hati dengan taktik pasangan sebelah yang luput dari pantauan, terbukti pada putaran pertama mereka tidak disangka-sangka dapat mengalahkan pasangan Agus-Sylvy dengan perolehan suara yang sangat jauh, bahkan hanya selisih sekitar 150 ribu suara dengan Ahok-Djarot. Jangan pernah lengah dan takabur. Yakin menang boleh-boleh saja tetapi kaki harus tetap berpijak di bumi.

Pasangan Anis-Sandi yang telah masuk putaran akhir ini pasti tidak akan mudah menyerah, mereka akan menggunakan taktik rahasia lagi. Ahok-Djarot beserta timses dan pendukung paslon nomor dua harus bisa menyadari itu. Waspadalah… Waspadalah… Waspadalah… Pesan dari bang napi kepada Ahok-Djarot, timses, relawan dan pendukung pasangan nomor dua.

0 Response to "Menjelang Detik-Detik Akhir Pilkada DKI"

Posting Komentar